Selat Hormuz Ditutup, PT Pertamina (Persero) terus memantau perkembangan memanasnya ketegangan geopolitik global, -menyusul keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik antara Iran dengan Israel. Sebab apabila selat Hormuz terganggu, hal ini akan berdampak pada pemenuhan impor minyak domestik. Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengungkapkan bahwa penutupan Selat Hormuz oleh Iran akan berdampak serius pada distribusi minyak mentah. Pasalnya, minyak yang dikirim melalui selat ini, setara dengan 20% pasokan minyak global.
Perang Bergejolak-Selat Hormuz Ditutup, Begini Siasat Pertamina– PT Pertamina (Persero) terus memantau perkembangan memanasnya ketegangan geopolitik global, menyusul keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik antara Iran dengan Israel. Sebab apabila selat Hormuz terganggu, hal ini akan berdampak pada pemenuhan impor minyak domestik. Oleh sebab itu, guna mengantisipasi kondisi tersebut, Pertamina telah mengamankan operasional kapal yang biasanya melalui jalur tersebut. Salah satunya dengan mengalihkan rute kapal ke jalur aman antara lain melalui Oman dan India untuk menjaga keberlangsungan rantai pasok.
Perang Bergejolak-Selat Hormuz Ditutup, Begini Siasat Pertamina
Pendahuluan
Ketegangan militer antara Iran dan negara-negara Barat—terutama akibat proksi di wilayah Israel—semakin memanas. Salah satu dampak paling signifikan adalah ancaman penutupan Selat Hormuz, jalur vital ekspor minyak dunia. Bagi Indonesia, dan khususnya PT Pertamina (Persero), situasi ini membawa tantangan serius dalam menjaga stabilitas pasokan energi dan mitigasi biaya produksi BBM.
Kenapa Selat Hormuz Begitu Strategis?
Jalur minyak utama dunia
Selat Hormuz menghubungkan Teluk Persia dan Teluk Oman. Sekitar 20–30% pasokan minyak global mengalir melaluinya, dibawa oleh puluhan ribu kapal per tahun .
Risiko geopolitik tinggi
Iran pernah berkali-kali mengancam menutup selat ini sebagai respons terhadap tekanan Barat, dan banyak analis memperkirakan bahwa hal tersebut bakal memicu lonjakan harga minyak hingga 30–100%, bahkan skenario ekstrem hingga USD 400 per barel .
Dampak Potensial di Indonesia
Lonjakan harga minyak
Jika selat ditutup, Pertamina dan ESDM memperingatkan kenaikan ICP (Indonesian Crude Price) bisa melebihi USD 100 per barel. Artinya, harga minyak dan produk turunan seperti BBM bisa naik tajam, memicu inflasi dan tekanan APBN.
Gangguan logistik & suplai
Mayoritas pasokan minyak mentah Indonesia bersumber dari Timur Tengah. Kendala transportasi lewat selat bakal mengganggu pasokan kilang Pertamina, memaksa importir mencari sumber alternatif—dengan biaya logistik lebih tinggi .
Ancaman pada pasokan LNG & komoditas lain
Selain minyak, gangguan turut memperlemah impor LNG (sekitar 40% berasal dari Qatar & UAE), dan menimbulkan tekanan harga pada komoditas manufaktur seperti baja, akibat kenaikan ongkos pengiriman dan kelangkaan pasokan .
Siasat Pertamina dan Pemerintah
Kajian jalur dan pasokan alternatif
ESDM bersama Pertamina secara aktif melakukan simulasi dan kajian skenario, meliputi penelusuran jalur pelayaran alternatif dan pemasok lain untuk meminimalisir dampak ﹣ “Sudah ada kajian, tapi belum dipublikasikan” ungkap Tutuka Ariadji .
Diversifikasi negara penyuplai
Rencana impor bisa diperluas ke negara seperti Rusia, AS, India atau Brasil. Meski ada tantangan teknis—seperti kesesuaian spesifikasi kilang—Pertamina siap menyesuaikan, termasuk dengan strategi blending di depo untuk mengakomodasi berbagai jenis crude .
Infrastructure baru Iran – konsekuensi global
Iran juga sedang membangun jalur pipa sepanjang 1.000 km dari Goreh ke Jask (Laut Oman) agar tidak bergantung pada Selat Hormuz . Ini peringatan bahwa gangguan jalur utama mungkin makin sering terjadi dan jangka panjang.
Optimasi kapasitas kilang domestik
Presiden mendorong Pertamina meningkatkan kapasitas domestik, terutama melalui digitalisasi pengeboran, pengoptimalan blok Rokan, dan pengembangan sumur baru untuk mengurangi imbas dari gangguan impor .
Strategi & Implementasi
4.1 Rencana Kontinjensi
Skenario | Upaya Pertamina & ESDM |
---|---|
Penutupan sulit lewat Selat Hormuz | Kajian rute alternatif & suplai non-Timur Tengah |
Gangguan impor krudo | Negosiasi dengan pemasok alternatif & kontrak fleksibel |
Spesifikasi kilang tidak cocok | Blending krudo, upgrade kilang & digitalisasi proses |
Naiknya ICP & subsidi BBM | Simulasi dampak harga, evaluasi subsidi & pengaturan anggaran |
Modernisasi Kilang
Investasi upgrade kilang (Rokan, Mahakam, Kilang Jumbo) & penggunaan teknologi digitalisasi dalam pengeboran bertujuan meningkatkan efisiensi dan ketahanan energi domestik .
Kerja Sama Global & Reservasi Strategis
Menjalin kerja sama bilateral dengan negara pemasok (Rusia, AS, Afrika) untuk menjaga keandalan pasokan, serta meningkatkan cadangan nasional di SPBU dan depot untuk periode gangguan.
Risiko & Tantangan
- Harga dan kurs volatil – ICP dan kurs rupiah bisa bergerak tajam, berpotensi membengkakkan subsidi BBM dan memperberat tekanan fiskal .
- Kesulitan teknis – Blending harus memenuhi spesifikasi kilang yang berbeda; tidak semua kilang domestik dapat menerima semua jenis crude tanpa upgrade .
- Politik global – Sanksi atau embargo terhadap negara pemasok alternatif bisa membatasi fleksibilitas impor. Selain itu, ancaman penutupan selat bisa meningkat lagi jika konflik Timur Tengah meluas.
- Biaya infrastruktur – Modernisasi kilang, pembangunan cadangan, dan digitalisasi memerlukan pendanaan besar dan waktu lama.
Dana Subsidi dan APBN
-
ESDM memproyeksikan bahwa jika ICP menyentuh USD 100–110/barrel, anggaran subsidi BBM bisa membengkak ke Rp 250–287 triliun, jauh di atas asumsi APBN 2024 sebesar Rp 160 triliun .
-
Oleh karena itu, pemerintah harus menyiapkan kebijakan perhitungan ulang subsidi, penyesuaian harga keekonomian, serta alokasi dana darurat untuk menjaga kestabilan fiskal.
Kesimpulan
-
Selat Hormuz adalah kunci strategis utama global bagi distribusi minyak, dan perang di sekitar Iran–Israel bisa merusak rantai pasok dunia.
-
Harga minyak dan stabilitas ekonomi Indonesia sangat rentan bila jalur ini terganggu.
-
Pertamina bersama ESDM telah merespons melalui:
- Simulasi dampak & kajian kontinjensi,
- Diversifikasi pasar dan jalur suplai,
- Modernisasi kilang dan optimasi kapasitas,
- Strategi blending dan penyimpanan cadangan,
- Penyusunan anggaran antisipatif untuk pengendalian subsidi.